http://www.verbraucherrunde.net/ – Dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung Dr Azzania Fibriani, jalankan penelitian mengenai obat HIV.
Penelitian yang dilakukannya adalah mengenai pengembangan sistem high throughput untuk menyeleksi kandidat obat anti HIV dari sumber energi hayati Indonesia.
“Ide dari penelitian kita adalah bagaimana caranya sanggup menemukan obat-obatan anti HIV dari research Indonesia sendiri,” katanya di Labtek SITH-ITB, Kampus ITB, Jalan Ganesa, Kota Bandung, belum lama ini.
• Tiket Konser Syahrini Rp 25 Juta Tuai Kontroversi, Incess Beri Jaminan Penonton boleh bermain situs slot gacor sambil menonton konser.
Azzania menjelaskan, penelitiannya dilaksanakan berangkat dari permasalahan group pengobatan ke-2 yang tidak disubsidi oleh WHO, agar tidak semua pasien sanggup mengakses pengobatan ini dikarenakan harganya yang relatif mahal.
Menurut Azzania, virus HIV sanggup menyerang sistem kekebalan tubuh dan mengakibatkan penyakit AIDS.
Belum ditemukan obat yang sanggup menyembuhkan penyakit berikut hingga sementara ini.
“Pengobatan HIV yang sekarang dilaksanakan cuma sanggup memperlambat perkembangan penyakit tersebut, tetapi tidak sanggup menyingkirkan infeksi virus HIV pada tubuh pasien,” kata Azzania.
Karenanya, pencegahan penyebaran infeksi HIV perlu ditingkatkan.
Diharapkan, tidak benar satu jalan muncul dalam persoalan ini adalah bersama dengan diagnosis secara dini dan terapi yang tepat.
Sampai sementara ini ada lebih dari satu group obat yang digunakan dalam terapi virus HIV.
“Untuk group pertama dari agen sbobet, pengobatan berikut mereka masih disubsidi oleh World Health Organization (WHO) atau organisasi kebugaran dunia dari PBB, agar pasien sanggup beroleh akses pengobatan bersama dengan relatif mudah,” kata Azzania.
Kepatuhan pasien jadi kunci perlu untuk memilih tingkat keberhasilan pengobatan tersebut.
Apabila pasien HIV mengalami kegagalan dalam pengobatan lini pertama, maka kepada pasien berikut perlu diberikan pengobatan lini kedua.
“Sayangnya group pengobatan ke-2 ini tidak disubsidi oleh WHO,” katanya.
Azzania mengatakan, penelitian mengenai sistem seleksi obat ini telah diawali sejak th. 2017, di mana, dia dan tim sedang merancang suatu sistem untuk menyeleksi obat-obatan biodiversitas asli dari Indonesia sendiri.
Penelitian berikut sementara ini masih dalam step pengembangan dan validasi.
Sistem seleksi yang dikembangkan punya keunggulan, selain sanggup menyeleksi beraneka senyawa dalam sementara yang singkat dan bersamaan,sistem ini terhitung tidak perlu dilaksanakan di laboratorium bersama dengan tingkat keamanan yang tingg (Biosafety level 3).
Sehingga sistem penapisan ini sanggup dilaksanakan di nyaris semua laboratorium molekuler di Indonesia.
Hal ini tentu saja akan sangat beruntung untuk menyeleksi obat anti HIV yang baru.
“Dengan sistem ini orang tidak perlu mengembangbiakan virusnya, melalui sistem ini sanggup menyeleksi obatan-obatan senyawa yang sanggup jadi kandidat untuk obat HIV. Sampai sekarang, sistem ini sedang dirancang dan telah dalam step validasi. Dalam 1-2 th. ke depan sistem ini sanggup dikembangkan ke tingkat lebih lanjut lagi. Sistem ini sanggup digunakan untuk mencari alternatif pengobatan untuk infeksi HIV,” ujarnya.
Hebatnya, melalui penelitian ini, Azzania mendapat penghargaan L’Oreal Fellowship For Women in Science th. 2016 dalam bidang inovasi obat HIV.
Dia berharap, setelah validasi selesai akhir th. 2018 sanggup segera jalankan seleksi kandidat senyawa untuk diuji gunakan sistem tersebut.
“Validasi sudah, hingga Oktober ini telah siap mencoba senyawa dari bahan indonesia semua, senyawa kita sanggup dari bahan alami,” katanya